"SELAMAT DATANG DI TEDDY'S WORLD SELAMAT MEMBACA"

Search

Tuesday, November 6, 2012

Kesultanan Deli

Foto: Postingan ke-431: Kesultanan Deli

(Hadiah tuk Sang Runner-up Games KSI ke-2: Neo Masterpiece Conspiracy – Sumut)

# Bagikan dan Tagg Kepada Orang-Orang Yang Kalian Sayangi#

Kesultanan Deli adalah sebuah kesultanan yang didirikan pada tahun 1669 oleh Tuanku Panglima Perunggit di wilayah bernama Tanah Deli (kini Medan, Indonesia).

Sejarah
Menurut Hikayat Deli, seorang pemuka Aceh bernama Muhammad Dalik berhasil menjadi laksamana dalam Kesultanan Aceh. Muhammad Dalik, yang kemudian juga dikenal sebagai Gocah Pahlawan dan bergelar Laksamana Khuja Bintan (ada pula sumber yang mengeja Laksamana Kuda Bintan), adalah keturunan dari Amir Muhammad Badar ud-din Khan, seorang bangsawan dari Delhi, India yang menikahi Putri Chandra Dewi, putri Sultan Samudra Pasai. Dia dipercaya Sultan Aceh untuk menjadi wakil bekas wilayah Kerajaan Haru yang berpusat di daerah sungai Lalang-Percut.

Dalik mendirikan Kesultanan Deli yang masih di bawah Kesultanan Aceh pada tahun 1630. Setelah Dalik meninggal pada tahun 1653, putranya Tuanku Panglima Perunggit mengambil alih kekuasaan dan pada tahun 1669 mengumumkan memisahkan kerajaannya dari Aceh. Ibu kotanya berada di Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan.

Sebuah pertentangan dalam pergantian kekuasaan pada tahun 1720 menyebabkan pecahnya Deli dan dibentuknya Kesultanan Serdang. Setelah itu, Kesultanan Deli sempat direbut Kesultanan Siak Sri Indrapura dan Aceh.
Pada tahun 1858, Tanah Deli menjadi milik Belanda setelah Sultan Siak, Sharif Ismail, menyerahkan tanah kekuasaannya tersebut kepada mereka. Pada tahun 1861, Kesultanan Deli secara resmi diakui merdeka dari Siak maupun Aceh. Hal ini menyebabkan Sultan Deli bebas untuk memberikan hak-hak lahan kepada Belanda maupun perusahaan-perusahaan luar negeri lainnya. Pada masa ini Kesultanan Deli berkembang pesat. Perkembangannya dapat terlihat dari semakin kayanya pihak kesultanan berkat usaha perkebunan terutamanya tembakau dan lain-lain. Selain itu, beberapa bangunan peninggalan Kesultanan Deli juga menjadi bukti perkembangan daerah ini pada masa itu, misalnya Istana Maimun.

Kesultanan Deli masih tetap eksis hingga kini meski tidak lagi mempunyai kekuatan politik setelah berakhirnya Perang Dunia II dan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia.

Sultan
Sultan Deli dipanggil dengan gelar Sri Paduka Tuanku Sultan. Jika mangkat, sang Sultan akan digantikan oleh Putranya.

Tahukah Anda, tradisi pergantian Raja Deli masih terus dilaksanakan di Istana Maimoon Medan. Saat ini yang menduduki tahta adalah Raja Deli XII bernama Sultan Azmi Perkasa Alam. Upacara pergantian raja ini memang kurang mendapat perhatian warga, namun tetap lestari sejak abad 16 silam. Tak bisa dibantah, sejarah kota Medan tak terpisahkan dari kehadiran Kerajaan Melayu Deli. Sebanyak 12 orang raja telah memimpin kerajaan ini sejak berdirinya pada abad 16. Ketika itu, Kerajaan Aru di daerah Sungai Lalang -- Deli Tua sekarang -- ditaklukkan pasukan Kerajaan Aceh di bawah pimpinan Panglima Hisyamuddin. Nama terakhir ini adalah seorang turunan dari negeri Shindi Hindustan. Selanjutnya ia diangkat oleh Sultan Iskandar Muda dari Kerajaan Aceh sebagai wakil kerajaan untuk daerah Sumatera Timur dengan gelar Panglima Gocah Pahlawan. Pada tahun 1632 Kerajaan Aceh selanjutnya menetapkan berdirinya Kerajaan Deli. Panglima Gocah Pahlawan diangkat menjadi Raja Deli I dengan gelar ‘’Tuanku Panglima Gocah Pahlawan”, pada saat itu Kerajaan Deli berkedudukan di Sungai Lalang. Ia berkuasa selama 37 tahun, dan pada tahun 1669 beliau mangkat. Tampuk pimpinan kerajaan selanjutnya dipegang Tuanku Panglima Parunggit. Raja Deli II mulai memerintah pada tahun 1669. Kemudian ia memindahkan pusat kerajaan ke daerah Padang Datar (Medan sekarang). Ia memerintah di kerajaan ini selama 29 tahun. Pada tahun 1698 ia mangkat dan diberi gelar “Marhum Kesawan”. Selanjutnya pimpinan kerajaan diserahkan pada Tuanku Panglima Padrap yang diangkat menjadi Raja Deli III. Ia pun sempat memindahkan pusat kerajaan ke daerah Pulo Brayan sekarang. Beliau berkuasa hingga tahun 1728. Tuanku Panglima Pasutan menjadi Raja Deli IV dan mulai memerintah dari tahun 1728. Tak beda dengan pendahulunya, ia pun memindahkan lagi Kerajaan Melayu ke Labuhan Deli serta memberi gelar “Datuk” kepada kepala-kepala suku yang merupakan penduduk asli Kerajaan Deli. Para kepala suku itu terkenal dengan sebutan Datuk 4 Suku. Keempat suku (daerah) yang memperoleh gelar tersebut masing-masing daerah Sepuluh Dua Kuta (daerah Hamparan Perak dan sekitarnya), Serbanyaman (daerah Sunggal dan sekitarnya), Sinembah (daerah Patumbak, Tanjung Morawa dan sekitarnya) serta Sukapiring (daerah Kampung Baru dan Medan sekitarnya). Tuanku Panglima Pasutan berkuasa sampai tahun 1761. Pada tahun itu juga, Raja Deli berganti lagi. Di bawah kekuasaan Tuanku Panglima Gandar Wahid selaku Raja Deli V, kedudukan Datuk Empat Suku semakin kokoh. Gandar Wahid mangkat tahun 1805. Tampuk kekuasaan selanjutnya diwariskan pada putra ketiga Panglima Gandar Wahid, yaitu Sultan Amaludin Mengedar Alam. Ia tercatat sebagai Raja Melayu VI. Pada masa pemerintahannya, hubungan Kerajaan Melayu sudah lebih dekat dengan Kerajaan Siak ketimbang Kerajaan Aceh. Ia sendiri memerintah sampai tahun 1850. Selanjutnya Sultan Osman Perkasa Alamsyah naik tahta. Raja yang satu ini hanya berkuasa selama delapan tahun. Namun meskipun singkat, di bawah kekuasaannya Kerajaan Deli bisa kembali dekat dengan Kerajaan Aceh. Hal ini ditandai dengan pemberian Pedang Bawar dan Cap Sembilan. Pada tahun 1858, Raja Deli VIII dipegang Sultan Mahmud Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Sultan ini memerintah hingga tahun 1873, dan kerjasama dengan Belanda mulai dijalinnya. Hal ini ditandai dengan pembukaan lahan tembakau di daerah Kerajaan Deli. Kedekatan kerajaan dengan Belanda makin erat setelah naiknya Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Boleh dibilang, ini adalah era keemasan Kerajaan Melayu Deli. Di bawah kekuasaannya perdagangan tembakau semakin makmur dan mencapai puncaknya. Ia kemudian memindahkan pusat kerajaan kembali ke Medan dan mendirikan Istana Maimoon pada tanggal 26 Agustus 1888 dan diresmikan pada 18 Mei 1891. Ia juga mendirikan bangunan lain seperti Mesjid Raya Al Mahsun pada tahun 1907, serta beberapa bangunan bersejarah lainnya. Ma’mun memimpin kerajaan sampai tahun 1924. Pemerintahan selanjutnya diteruskan Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah dari tahun 1924 hingga 1945. Pada masa pemerintahannya, hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan di nusantara terjalin dengan baik. Ini terbukti dengan adanya pengembangan pelabuhan laut. Pada tanggal 17 Agustus 1945, Republik Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, dan Pemerintah Kesultanan Deli mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia. Kedudukan sultan-sultan selanjutnya diubah menjadi Penguasa Adat Istiadat dan Kebudayaan Melayu Deli. Pada tahun 1945, Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alam menyerahkan kedudukannya kepada putra tertuanya, Sultan Osman Al Sani Perkasa Alam yang memerintah hingga tahun 1965. Sejak Tahun 1965, Kerajaan Deli dipimpin oleh Penguasa Tertinggi Adat Melayu yang juga merupakan putra Sultan Osman Al Sani Perkasa Alam, yaitu Sultan Azmi Perkasa Alam. Sultan terakhir ini masih berkuasa sampai sekarang. Tradisi pergantian raja di Istana Maimoon masih dilakukan dengan khidmat, meski pemerintahan modern telah lama dikenal di negeri ini. Ibarat pepatah Melayu, “Takkan hilang Melayu ditelan bumi”. Pada masa mendatang, Sultan Melayu akan tetap ada walau kekuasaannya tak lagi sehebat dulu.

Sumber: Wikipedia Indonesia dan insidesumatera.com

-Reza 
Kesultanan Deli adalah sebuah kesultanan yang didirikan pada tahun 1669 oleh Tuanku Panglima Perunggit di wilayah bernama Tanah Deli (kini Medan, Indonesia).

Sejarah
Menurut Hikayat Deli, seorang pemuka Aceh bernama Muhammad Dalik berhasil menjadi laksamana dalam Kesultanan Aceh. Muhammad Dalik, yang kemudian juga dikenal sebagai Gocah Pahlawan dan bergelar Laksamana Khuja Bintan (ada pula sumber yang mengeja Laksamana Kuda Bintan), adalah keturunan dari Amir Muhammad Badar ud-din Khan, seorang bangsawan dari Delhi, India yang menikahi Putri Chandra Dewi, putri Sultan Samudra Pasai. Dia dipercaya Sultan Aceh untuk menjadi wakil bekas wilayah Kerajaan Haru yang berpusat di daerah sungai Lalang-Percut.

Dalik mendirikan Kesultanan Deli yang masih di bawah Kesultanan Aceh pada tahun 1630. Setelah Dalik meninggal pada tahun 1653, putranya Tuanku Panglima Perunggit mengambil alih kekuasaan dan pada tahun 1669 mengumumkan memisahkan kerajaannya dari Aceh. Ibu kotanya berada di Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan.

Sebuah pertentangan dalam pergantian kekuasaan pada tahun 1720 menyebabkan pecahnya Deli dan dibentuknya Kesultanan Serdang. Setelah itu, Kesultanan Deli sempat direbut Kesultanan Siak Sri Indrapura dan Aceh.
Pada tahun 1858, Tanah Deli menjadi milik Belanda setelah Sultan Siak, Sharif Ismail, menyerahkan tanah kekuasaannya tersebut kepada mereka. Pada tahun 1861, Kesultanan Deli secara resmi diakui merdeka dari Siak maupun Aceh. Hal ini menyebabkan Sultan Deli bebas untuk memberikan hak-hak lahan kepada Belanda maupun perusahaan-perusahaan luar negeri lainnya. Pada masa ini Kesultanan Deli berkembang pesat. Perkembangannya dapat terlihat dari semakin kayanya pihak kesultanan berkat usaha perkebunan terutamanya tembakau dan lain-lain. Selain itu, beberapa bangunan peninggalan Kesultanan Deli juga menjadi bukti perkembangan daerah ini pada masa itu, misalnya Istana Maimun.

Kesultanan Deli masih tetap eksis hingga kini meski tidak lagi mempunyai kekuatan politik setelah berakhirnya Perang Dunia II dan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia.

Sultan
Sultan Deli dipanggil dengan gelar Sri Paduka Tuanku Sultan. Jika mangkat, sang Sultan akan digantikan oleh Putranya.

Tahukah Anda, tradisi pergantian Raja Deli masih terus dilaksanakan di Istana Maimoon Medan. Saat ini yang menduduki tahta adalah Raja Deli XII bernama Sultan Azmi Perkasa Alam. Upacara pergantian raja ini memang kurang mendapat perhatian warga, namun tetap lestari sejak abad 16 silam. Tak bisa dibantah, sejarah kota Medan tak terpisahkan dari kehadiran Kerajaan Melayu Deli. Sebanyak 12 orang raja telah memimpin kerajaan ini sejak berdirinya pada abad 16. Ketika itu, Kerajaan Aru di daerah Sungai Lalang -- Deli Tua sekarang -- ditaklukkan pasukan Kerajaan Aceh di bawah pimpinan Panglima Hisyamuddin. Nama terakhir ini adalah seorang turunan dari negeri Shindi Hindustan. Selanjutnya ia diangkat oleh Sultan Iskandar Muda dari Kerajaan Aceh sebagai wakil kerajaan untuk daerah Sumatera Timur dengan gelar Panglima Gocah Pahlawan. Pada tahun 1632 Kerajaan Aceh selanjutnya menetapkan berdirinya Kerajaan Deli. Panglima Gocah Pahlawan diangkat menjadi Raja Deli I dengan gelar ‘’Tuanku Panglima Gocah Pahlawan”, pada saat itu Kerajaan Deli berkedudukan di Sungai Lalang. Ia berkuasa selama 37 tahun, dan pada tahun 1669 beliau mangkat. Tampuk pimpinan kerajaan selanjutnya dipegang Tuanku Panglima Parunggit. Raja Deli II mulai memerintah pada tahun 1669. Kemudian ia memindahkan pusat kerajaan ke daerah Padang Datar (Medan sekarang). Ia memerintah di kerajaan ini selama 29 tahun. Pada tahun 1698 ia mangkat dan diberi gelar “Marhum Kesawan”. Selanjutnya pimpinan kerajaan diserahkan pada Tuanku Panglima Padrap yang diangkat menjadi Raja Deli III. Ia pun sempat memindahkan pusat kerajaan ke daerah Pulo Brayan sekarang. Beliau berkuasa hingga tahun 1728. Tuanku Panglima Pasutan menjadi Raja Deli IV dan mulai memerintah dari tahun 1728. Tak beda dengan pendahulunya, ia pun memindahkan lagi Kerajaan Melayu ke Labuhan Deli serta memberi gelar “Datuk” kepada kepala-kepala suku yang merupakan penduduk asli Kerajaan Deli. Para kepala suku itu terkenal dengan sebutan Datuk 4 Suku. Keempat suku (daerah) yang memperoleh gelar tersebut masing-masing daerah Sepuluh Dua Kuta (daerah Hamparan Perak dan sekitarnya), Serbanyaman (daerah Sunggal dan sekitarnya), Sinembah (daerah Patumbak, Tanjung Morawa dan sekitarnya) serta Sukapiring (daerah Kampung Baru dan Medan sekitarnya). Tuanku Panglima Pasutan berkuasa sampai tahun 1761. Pada tahun itu juga, Raja Deli berganti lagi. Di bawah kekuasaan Tuanku Panglima Gandar Wahid selaku Raja Deli V, kedudukan Datuk Empat Suku semakin kokoh. Gandar Wahid mangkat tahun 1805. Tampuk kekuasaan selanjutnya diwariskan pada putra ketiga Panglima Gandar Wahid, yaitu Sultan Amaludin Mengedar Alam. Ia tercatat sebagai Raja Melayu VI. Pada masa pemerintahannya, hubungan Kerajaan Melayu sudah lebih dekat dengan Kerajaan Siak ketimbang Kerajaan Aceh. Ia sendiri memerintah sampai tahun 1850. Selanjutnya Sultan Osman Perkasa Alamsyah naik tahta. Raja yang satu ini hanya berkuasa selama delapan tahun. Namun meskipun singkat, di bawah kekuasaannya Kerajaan Deli bisa kembali dekat dengan Kerajaan Aceh. Hal ini ditandai dengan pemberian Pedang Bawar dan Cap Sembilan. Pada tahun 1858, Raja Deli VIII dipegang Sultan Mahmud Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Sultan ini memerintah hingga tahun 1873, dan kerjasama dengan Belanda mulai dijalinnya. Hal ini ditandai dengan pembukaan lahan tembakau di daerah Kerajaan Deli. Kedekatan kerajaan dengan Belanda makin erat setelah naiknya Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Boleh dibilang, ini adalah era keemasan Kerajaan Melayu Deli. Di bawah kekuasaannya perdagangan tembakau semakin makmur dan mencapai puncaknya. Ia kemudian memindahkan pusat kerajaan kembali ke Medan dan mendirikan Istana Maimoon pada tanggal 26 Agustus 1888 dan diresmikan pada 18 Mei 1891. Ia juga mendirikan bangunan lain seperti Mesjid Raya Al Mahsun pada tahun 1907, serta beberapa bangunan bersejarah lainnya. Ma’mun memimpin kerajaan sampai tahun 1924. Pemerintahan selanjutnya diteruskan Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alamsyah dari tahun 1924 hingga 1945. Pada masa pemerintahannya, hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan di nusantara terjalin dengan baik. Ini terbukti dengan adanya pengembangan pelabuhan laut. Pada tanggal 17 Agustus 1945, Republik Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, dan Pemerintah Kesultanan Deli mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia. Kedudukan sultan-sultan selanjutnya diubah menjadi Penguasa Adat Istiadat dan Kebudayaan Melayu Deli. Pada tahun 1945, Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alam menyerahkan kedudukannya kepada putra tertuanya, Sultan Osman Al Sani Perkasa Alam yang memerintah hingga tahun 1965. Sejak Tahun 1965, Kerajaan Deli dipimpin oleh Penguasa Tertinggi Adat Melayu yang juga merupakan putra Sultan Osman Al Sani Perkasa Alam, yaitu Sultan Azmi Perkasa Alam. Sultan terakhir ini masih berkuasa sampai sekarang. Tradisi pergantian raja di Istana Maimoon masih dilakukan dengan khidmat, meski pemerintahan modern telah lama dikenal di negeri ini. Ibarat pepatah Melayu, “Takkan hilang Melayu ditelan bumi”. Pada masa mendatang, Sultan Melayu akan tetap ada walau kekuasaannya tak lagi sehebat dulu.

Sumber: Wikipedia Indonesia dan insidesumatera.com

No comments:

Post a Comment

Previous Post Next Post Home